Natal di Tapanuli Utara Serukan Pelestarian Alam


SILANGIT – Perayaan natal di Tapanuli Utara, khususnya di Kecamatan Adiankoting tahun ini berbeda. Kali ini, Natal dirayakan dengan sederhana pascabencana banjir dan tanah longsor yang melanda sebagian besar wilayah ini pada 25 November 2025 lalu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkesempatan menghadiri perayaan natal bersama anak-anak penyintas bencana banjir dan tanah longsor di HKPB Parsingkaman, Desa Pagaran Lambung 1, pada Sabtu (27/12).


Acara natal yang diselenggarakan oleh Sekretariat bersama Gerakan Oikumenis untuk Keadilan Ekologis di Sumatra Utara diikuti oleh 1.200 anak. Tema yang diangkat pada perayaan natal ini adalah "Anak-Anak Terang yang Tetap Kuat di Tengah Bencana".


Pastor Walden Sitanggang yang memimpin kegiatan ini mengatakan, bencana banjir dan longsor menyadarkan masyarakat bahwa kerusakan lingkungan itu nyata adanya. Maka, momen natal yang spesial ini merupakan saat yang tepat untuk mengajak anak-anak di masa perkembangan mereka agar tidak hanya melakukan ritual seremonial, namun juga dibekali dengan pendidikan ekologis penyelamatan lingkungan.


Pesan-pesan kepedulian lingkungan disampaikan melalui kegiatan yang menyenangkan seperti bernyanyi bersama dan teater boneka. Kabar suka cita bagi bumi hendaknya dimulai dengan tindakan konkret bagi alam ciptaan, tetumbuhan, juga hewan-hewan. Kepada anak-anak disampaikan pesan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon sembarangan, serta mengurangi pemakaian air minum dalam kemasan dan membawa wadah minumnya sendiri.



Unsur pengarah BNPB, Viktor Rembeth, yang hadir mewakili Kepala BNPB mengatakan, perayaan Natal ini menjadi wujud solidaritas, pengharapan, dan upaya pemulihan bagi anak-anak yang terdampak bencana. Pemerintah melalui BNPB akan terus mendampingi bukan hanya saat masa tanggap darurat namun berlanjut hingga masa pemulihan. 


Pada kesempatan ini, BNPB turut membagikan 1.000 bingkisan natal untuk anak-anak.


Natal bagi penganut Nasrani merupakan momen kelahiran Kristus yang diyakini sebagai Juru Selamat. Pada peristiwa bencana banjir dan tanah longsor di Tapanuli Utara pada 25 November 2025 yang lalu, Sang Juru Selamat hadir melalui tangan hambanya. BNPB mencatat dua kisah warga Kecamatan Adiankoting, Tapanuli Utara yang menjadi "juru selamat" bagi masyarakat berkat kesiapsiagaannya membaca tanda-tanda bencana.



Kecamatan Adiankoting di Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu wilayah terdampak cukup parah pada kejadian banjir dan tanah longsor pada 25 November 2025 lalu. Di kecamatan ini, jumlah korban terdata antara lain:


Di Desa Dolok Nauli, semua warga berhasil evakuasi dengan selamat salah satunya berkat kesiapsiagaan salah seorang warganya. Hutahuruk, yang pada petang sekitar pukul 19.00 WIB itu sedang duduk di teras rumah, menyadari bahwa hujan yang turun sangat lebat intensitasnya. Ia juga mendengar suara gemuruh dari atas bukit di seberang rumah. Saat aliran air mulai meluncur deras di jalanan depan rumah, Hutahuruk segera memberitahu istrinya untuk bergegas keluar rumah. 


Rumah Hutahuruk dan tetangganya terletak persis di pinggir jalan raya, berseberangan dengan bukit. Merasa bahwa ancaman bahaya longsor sudah sangat dekat karena ia melihat rekahan di dinding bukit, Hutahuruk dan istrinya berusaha memberitahu warga sekitar untuk segera keluar rumah. Teriakannya tertelan deru hujan, Hutahuruk berinisiatif untuk mengambil tumpukan kayu bakar dan melempari rumah tetangganya dengan kayu tersebut. Para tetangga kemudian keluar dari rumah mereka dan segera mengevakuasi diri ke titik yang lebih aman yaitu di Gereja Lobukpining.


Karena kesiapsiagaan Hutahuruk, seluruh warga Desa Dolok Nauli berhasil selamat. Keesokan pagi, warga mendapati banyak rumah yang hancur dan rusak berat diterjang material longsor berupa batang kayu besar, batu, hingga lumpur.


"Juru Selamat" lainnya adalah Castle Sianipar, seorang pendeta di gereja HKPB Parsingkaman, Desa Pagaran Lambung 1, Kecamatan Adiankoting. Pada 25 November 2025, sekitar pukul sebelas malam, ia dan istrinya sedang berada di rumah yang bersebelahan dengan gereja. Ia berkisah, pada malam itu tiba-tiba terdengar suara seperti air bah namun ia belum mengetahui dimana air itu mengalir. Istrinya juga mencium bau yang tidak biasa, seperti bau lumpur dan bau patahan kayu. Keadaan malam itu hujan deras dan listrik padam.


Setelah Castle mengecek menggunakan senter, barulah ia mengetahui, aliran air deras meluncur tepat di depan rumahnya menuju ke permukiman warga.


Castle lalu berinisiatif untuk membunyikan lonceng gereja untuk memberitahu warga yang saat itu telah memasuki waktu tidur. Suara lonceng yang tidak biasa ini kemudian membangunkan warga untuk kemudian mengevakuasi diri menerjang genangan air ke titik yang lebih aman yaitu di satu gedung SMP Negeri 5 Pagaran Lambung 1. 


Seingatnya, ia membunyikan lonceng selama empat kali, hingga pukul empat pagi.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama