Keputusan penting datang dari Jakarta bagi dua orang guru
asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan: Abdul Muis dan Rasnal. Setelah
melewati penantian panjang selama lima tahun, mereka akhirnya menerima surat
rehabilitasi langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto. Keputusan ini bukan
sekadar pemulihan nama baik, tetapi menjadi penanda bahwa perjuangan panjang
mereka dalam mencari keadilan telah menemukan titik akhirnya.
Surat rehabilitasi tersebut diserahkan langsung oleh
Presiden Prabowo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Kamis
(13/11) dini hari.
Ungkapan Syukur dan Rasa Kecewa yang Terdalam
Usai menerima keputusan yang memulihkan hak-hak mereka,
baik Abdul Muis maupun Rasnal menyampaikan rasa syukur dan terima kasih
mendalam atas perhatian Kepala Negara terhadap nasib para guru di daerah.
Abdul Muis, Guru Sosiologi SMA Negeri 1 Luwu Utara,
menyampaikan perasaannya dengan mata berkaca-kaca, mengingat masa sulit yang
telah ia lalui:
“Saya pribadi dan keluarga besar saya sampaikan
setulus-tulusnya terima kasih kepada Bapak Presiden yang telah memberikan rasa
keadilan kepada kami, yang di mana selama lima tahun ini kami merasakan diskriminasi,
baik dari aparat penegak hukum maupun dari birokrasi atasan kami yang
seakan-akan tidak pernah peduli dengan kasus kami yang kami hadapi,”
Sementara itu, Rasnal, mantan Kepala SMA Negeri 1 Luwu
Utara yang kini mengajar Bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Luwu
Utara—menggambarkan upaya panjangnya mencari keadilan sebagai perjalanan yang
sangat melelahkan. Ia menyebut bahwa penyelesaian yang mereka tempuh, mulai
dari tingkat sekolah hingga provinsi, tidak pernah membuahkan hasil.
“Ini adalah sebuah perjalanan yang sangat
melelahkan. Kami telah berjuang dari bawah, dari dasar sampai ke provinsi.
Sayangnya kami tidak bisa mendapatkan keadilan,” ujar Rasnal.
Anugerah Pemulihan Nama Baik
Pertemuan langsung dengan Presiden Prabowo dan penerimaan
keputusan rehabilitasi ini membawa kelegaan luar biasa bagi keduanya. Rasnal
menganggap langkah Presiden sebagai anugerah besar yang berhasil memulihkan
nama baiknya, sekaligus menjadi bukti nyata kepedulian seorang Kepala Negara
terhadap keadilan bagi para pendidik.
“Setelah kami bertemu dengan Bapak Presiden,
alhamdulillah Bapak Presiden telah memberikan kami rehabilitasi. Saya tidak
bisa mengatakan sesuatu kepada Bapak Presiden, terima kasih Bapak Presiden,”
ucapnya tulus.
“Saya bersyukur kepada Allah SWT. Dengan jalan ini
kami telah memperoleh keadilan sekarang dan direhabilitasi kami punya nama
baik,” lanjut Rasnal.
Kronologi Kasus yang Menjerat Guru
Perkara yang menjerat kedua guru ini bermula lima tahun
lalu. Saat itu, Kepala Sekolah SMAN 1 Luwu Utara menerima laporan mengenai
sepuluh guru honorer yang belum menerima gaji selama sepuluh bulan.
Keterlambatan ini terjadi karena nama mereka belum terdata dalam sistem
Dapodik, yang merupakan syarat utama pencairan dana BOS.
Untuk mencari solusi darurat, pihak sekolah bersama
Komite Sekolah kemudian bersepakat untuk mengumpulkan dana sukarela sebesar
Rp20 ribu per orang tua siswa. Dalam kebijakan tersebut, pihak sekolah tidak
mewajibkan pembayaran bagi keluarga kurang mampu maupun orang tua yang memiliki
lebih dari satu anak.
Namun, kebijakan internal ini kemudian dipersoalkan
setelah sebuah LSM melaporkannya ke pihak kepolisian. Empat guru sempat
diperiksa, dan dua di antaranya—Rasnal serta Abdul Muis—akhirnya ditetapkan
sebagai tersangka.
Harapan bagi Masa Depan Pendidik
Berangkat dari pengalaman pahit ini, Rasnal juga menyampaikan
harapan agar kejadian serupa tidak terulang kembali menimpa para pendidik di
seluruh penjuru Indonesia.
“Semoga ke depan tidak ada lagi kriminalisasi
terhadap guru-guru yang sedang berjuang di lapangan. Sekarang ini teman-teman
guru selalu dihantui bahwa kalau sedikit berbuat salah, selalu ada
hukuman-hukuman yang tidak pantas,” tuturnya.
Dengan adanya rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden
Prabowo, Abdul Muis dan Rasnal kini mendapatkan kembali hak, martabat, dan
pengakuan atas profesi yang selama ini mereka jalani. Langkah ini bukan hanya
mengakhiri masa kelam lima tahun terakhir, tetapi juga membuka jalan bagi
mereka untuk kembali mengabdi di dunia pendidikan tanpa adanya stigma.

Posting Komentar