Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
terus menegaskan peran strategisnya dalam upaya mendukung ketahanan pangan
nasional. Langkah nyata ini diwujudkan melalui program literasi publik bertajuk
“Masyarakat Indonesia Siaga dan Adaptif Informasi Cuaca (MOSAIC) 2025”.
Program MOSAIC 2025 menjadi fondasi penting untuk
membangun ketangguhan masyarakat. Tujuannya adalah menumbuhkan pemahaman
mendalam tentang cuaca dan iklim, yang esensial dalam menghadapi risiko bencana
hidrometeorologi dan dampak nyata dari perubahan iklim.
Perubahan Iklim Ancam
Sektor Pangan
Plt. Sekretaris Utama BMKG, Guswanto, dalam sambutannya
di The Mirah Hotel, Bogor, Jumat (14/11), menyoroti bahwa perubahan iklim yang
terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan dampak langsung pada
produktivitas pertanian dan ketersediaan pangan di berbagai wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, MOSAIC 2025 didesain menjadi momentum
krusial untuk menumbuhkan budaya sadar bencana, sekaligus mendorong aksi
adaptif yang terencana bagi sektor pangan.
“Sektor pangan merupakan tulang punggung ketahanan
nasional. Namun demikian, sektor ini juga menjadi salah satu yang paling rentan
terhadap perubahan iklim dan variabilitas cuaca ekstrem,” tutur
Guswanto.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa tanggung jawab
BMKG tidak hanya sebatas menyampaikan informasi. BMKG juga harus memastikan
informasi tersebut mudah dipahami, dapat dijadikan landasan dalam mengambil
keputusan, dan pada akhirnya, mampu mewujudkan masyarakat yang tanggap serta
siap memitigasi bencana hidrometeorologi berbasis informasi cuaca dan iklim.
Pelatihan Adaptasi
Cuaca untuk Pemangku Kepentingan
Demi mencapai tujuan tersebut, para peserta MOSAIC, yang
terdiri dari pemangku kepentingan sektor pangan, pertanian, dan penanggulangan
bencana di wilayah Provinsi Jawa Barat, mendapatkan serangkaian pelatihan yang
relevan dengan kebutuhan mereka.
Materi pelatihan yang disampaikan mencakup:
·
Meteorologi untuk Sektor Pangan
·
Pemanfaatan Produk Informasi Cuaca untuk
Pengurangan Risiko Bencana
·
Membaca Informasi Cuaca dan Iklim untuk Sektor
Pangan
Peserta juga difasilitasi untuk berdiskusi dan berinovasi
terkait pengembangan produk informasi cuaca sektoral. Sesi-sesi ini mengajak
peserta untuk memahami kaitan erat antara kondisi atmosfer dengan produktivitas
pertanian, tata kelola logistik pangan, hingga sistem peringatan dini berbasis
dampak (impact-based forecasting atau IBF).
“Metode ini memungkinkan pelaku sektor pangan dan
pertanian dapat mengambil langkah antisipatif, seperti pengaturan jadwal tanam
dan panen serta penyimpanan dan distribusi hasil, sehingga risiko gagal panen
dapat diminimalkan dan ketahanan pangan masyarakat dapat terjaga,”
imbuhnya.
Sinergi Lintas Sektor
untuk Ketahanan Pangan
Rangkaian kegiatan MOSAIC Jawa Barat turut dimeriahkan
dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara BMKG dan Tani Merdeka
Indonesia. Penandatanganan ini menjadi penanda langkah konkret dalam memperkuat
sinergi pemanfaatan dan diseminasi informasi cuaca dan iklim untuk mendukung
ketahanan pangan nasional.
Melalui kolaborasi lintas sektor ini, BMKG menaruh
harapan besar agar masyarakat, khususnya para pelaku di sektor pangan, dapat
menjadi lebih adaptif terhadap dinamika cuaca dan iklim. Adaptasi ini
diharapkan mampu menjaga stabilitas produksi dan distribusi pangan di tengah
meningkatnya variabilitas iklim global.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi
penting, termasuk Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, BPBD, Bulog, Bappeda,
Perumda Pasar Pakuan Jaya, WFP (World Food Programme), kelompok tani,
akademisi, hingga media lokal (RRI).

Posting Komentar