Sekolah memiliki peran vital sebagai tempat menanamkan
nilai-nilai kebangsaan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi peserta didik.
Dalam upaya memperkuat peran tersebut, Densus 88 Antiteror (AT) Polri bersama
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta baru-baru ini menyelenggarakan kegiatan
penguatan kapasitas bagi 400 Guru Bimbingan Konseling (BK) dari tingkat SD,
SMP, hingga SMA/SMK se-Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan ini secara spesifik berfokus pada dua tujuan
utama: memperkuat sekolah sebagai lingkungan yang aman, serta membebaskannya
dari kekerasan maupun paparan paham radikal.
Sekolah sebagai Benteng Nilai Kebangsaan
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Dr.
Nahdiana, S.Pd., M.Pd., menekankan pentingnya peran kolektif seluruh warga
sekolah. Ia menegaskan, "Sekolah perlu menjadi benteng nilai
kebangsaan dengan memastikan seluruh warganya, guru, tenaga kependidikan, dan
peserta didik, berperan aktif menjaga lingkungan belajar dari pengaruh
intoleransi, kekerasan, serta konten negatif digital."
Sejalan dengan hal tersebut, Densus 88 AT Polri menyoroti
bahwa masalah psikososial di sekolah tidak boleh lagi dianggap remeh. Mewakili
Direktur Pencegahan Densus 88 AT Polri, Kepala Subdirektorat Kontra Ideologi, Kombespol
Moh Dofir, S.Ag., M.H., menegaskan, "Bullying, trauma, dan
kerentanan ekstremisme harus ditangani sejak dini." Ia
menggarisbawahi pentingnya penanganan awal terhadap masalah perundungan (bullying)
di lingkungan pendidikan.
Guru BK sebagai Detektor Dini dan Garda Terdepan
Dalam konteks pencegahan, peranan Guru BK menjadi sangat
krusial. Psikolog Dr. Naomi Soetikno, S.Psi., M.Pd., menekankan bahwa kunci
utama adalah memahami dinamika psikologis anak. Ia menyampaikan harapannya, "Guru
BK diharapkan mampu menjadi early detector terhadap kondisi psikologis
siswa." Memahami kondisi kejiwaan siswa adalah fondasi penting
untuk menangani kerentanan yang berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok radikal.
Senada dengan hal itu, Prima Dea Pangestu, M.Pd.,
perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(PPPA), menegaskan bahwa Guru BK memegang peran sentral sebagai garda terdepan
dalam perlindungan anak, pencegahan eksploitasi, serta penguatan sikap moderasi
beragama di lingkungan sekolah.
Tantangan pencegahan kini semakin kompleks seiring
perkembangan teknologi. Akademisi dan Peneliti Jaringan Teror, Solahudin,
menyoroti bahwa anak-anak saat ini hidup dalam dua dunia sekaligus, yaitu fisik
dan virtual. Ia memperingatkan bahwa "dunia virtual menyimpan
ancaman yang lebih sulit dilihat oleh orang tua maupun guru."
Diharapkan, melalui kegiatan penguatan kapasitas ini,
kemampuan Guru BK dalam mendeteksi dini dan mencegah kekerasan serta
radikalisme di lingkungan pendidikan dapat meningkat, sekaligus memperkuat
sekolah sebagai ruang aman yang benar-benar bebas dari ekstremisme.


Posting Komentar