Jumat (14/11) pagi, suasana di SMAN 3 Jakarta
tampak berbeda. Jalan Taman Setia Budi II Nomor 1, Kuningan Setiabudi, Jakarta
Selatan, menjadi saksi kehadiran seorang alumni yang kini menjabat sebagai
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Erick Thohir. Erick datang untuk
sebuah acara penting bertajuk "Stand Up Against Bullying," sebuah
upaya preventif untuk mencegah perundungan sejak dini di kalangan pelajar.
Di hadapan ratusan siswa kelas 10 hingga 12 yang memenuhi
lapangan, Menpora Erick Thohir menyampaikan sambutan dan amanatnya. Inti dari
pesannya adalah mengenai pentingnya kasih sayang dan dampak negatif dari
perilaku perundungan.
Belajar Empati dari
Keluarga dan Sekolah
Menpora Erick mengawali dengan berbagi nilai yang ia
dapatkan dari keluarganya. "Di keluarga saya, saya diajari oleh
almarhum Bapak Saya, Haji Muhammad Thohir, kalau kakak harus sayang adik, itu
prinsipnya," kenangnya. Prinsip tersebut ia bawa ke lingkungan
sekolah dan disampaikannya kepada para siswa. "Kakak kelas harus
sayang adik kelas, adik kelasnya harus respek sama kakak kelasnya.
Setuju?" ujar Menpora, disambut persetujuan dari para pelajar.
Sebagai alumni SMAN 3, Menpora Erick merasa bangga dan
bersyukur saat mengetahui bahwa situasi di sekolah tersebut terbilang kondusif
dan relatif minim kasus perundungan. Ia kemudian membuka cerita pribadinya,
membuktikan bahwa isu perundungan adalah realitas, bahkan baginya sendiri.
"Saya tetap bermain sampai di akhir game.
Kakak-kakak kelas menghampiri saya, mereka bilang ‘kamu hebat, kamu tidak
takut’. Jadi siapa pun yang mem-bully, jangan pernah bangga. Siapa pun yang di-bully,
harus berani bangkit," tegas Menpora.
Pernah Dirundung,
Berani Bangkit
Menpora berkisah, dahulu, saat ia aktif bertanding bola
basket sebagai siswa SMAN 3, ia pernah mengalami perundungan. "Waktu
itu bertanding kelas satu dan kelas tiga di lapangan itu. Ya kami sebagai adik
kelas main basketnya tidak seperti main basket, tetapi sudah seperti tarkam.
Main basket berdarah-berdarah,” kenang Menpora Erick.
Perundungan tersebut, lanjutnya, adalah realitas yang
terjadi di masa sekolah. Namun, Menpora Erick membuktikan bahwa ia mampu
bangkit dari pengalaman pahit saat bermain bola basket itu. Beliau menekankan
bahwa SMAN 3 adalah tempat yang mendidiknya menjadi seorang pemimpin,
mengajarkannya berempati, dan mengerti arti persahabatan.
Pentingnya Program
Positif dan Karakter
Menpora Erick juga menyoroti pentingnya program-program
positif sekolah yang harus didorong secara nyata dan menyentuh para siswa
secara langsung. Ia kemudian membahas tentang fokus pemerintah terhadap usia
muda. "Undang-undang di Indonesia mengajarkan usia muda itu dalam
rentang 16 sampai 30 tahun. Saya sebagai Menteri berusaha supaya usia muda itu
harus dimulai dari usia 14 tahun," tuturnya.
Menurut Menpora, pemuda dengan rentang usia yang berbeda
memiliki isu yang berbeda pula. "Isunya berbeda. Isu mental health-nya
beda. Isu kepemimpinannya beda. Ini yang harus kita mulai rajut,"
sebut Menpora, menjelaskan perlunya pendekatan yang disesuaikan usia.
Pesan Khusus: Jangan
Takut dan Jadilah Kakak yang Baik
Mengakhiri pesannya, Menpora Erick Thohir kembali meminta
dengan kerendahan hati agar kakak kelas menyayangi adik kelas, dan adik kelas
menghormati senior mereka. Beliau berpesan khusus kepada mereka yang pernah
dirundung atau menyaksikan perundungan:
"Bully itu banyak yang lewat sosial media,
banyak juga dengan kata-kata. Hadapi. Seperti saya sampaikan tadi, saya pernah
dibuli, saya hadapi. Banyak teman di sekitar kita yang berani bicara juga. Jangan
takut, kalian tidak sendirian," pesan Menpora Erick, memberikan
dorongan semangat.
Sementara itu, untuk para senior, ia menyampaikan sebuah
realitas hidup: "Tentu kepada para senior, saya harapkan jadilah
kakak yang baik. Karena ingat, ketika kalian kembali ke masyarakat, kalian akan
hadapi yang lebih berat. Siap atau tidak," sambungnya.
Terakhir, Menpora menekankan bahwa pembangunan karakter
adalah kunci. Pemuda Indonesia, khususnya siswa-siswi SMAN 3, harus menjadi
sosok yang gigih, siap bersaing, dan terus meningkatkan kemampuan. Selain itu,
yang tak kalah penting, mereka harus memiliki empati.
"Kita tidak mungkin jadi orang baik kalau
tidak punya empati yang baik dengan keluarga. empati kepada orang tua, empati
kepada lingkungan, empati kepada alam,” pungkas Menpora.




Posting Komentar