Ini kisah tentang sebuah film animasi yang tiba-tiba
menjadi perbincangan hangat di media sosial. Judulnya Merah Putih: One for All.
Film ini sebenarnya dibuat dengan niat baik, yaitu untuk meramaikan Hari
Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, bukan kualitas ceritanya yang menjadi
sorotan utama, melainkan sejumlah isu yang membuat netizen bertanya-tanya.
Anggaran Produksi yang Fantastis
Isu pertama yang muncul adalah soal anggaran. Sebuah akun
di Instagram, @movreview, mengunggah informasi bahwa film ini menelan biaya
produksi hingga Rp6,7 miliar. Angka ini sontak membuat heboh. Apalagi, ada
kabar yang menyebutkan bahwa proses pembuatannya hanya memakan waktu kurang
dari sebulan.
Banyak yang merasa heran. Jika benar biayanya semahal
itu, mengapa kualitas animasi yang ditampilkan di trailer terlihat biasa saja?
Bahkan, ada yang membandingkannya dengan anime sekelas One Piece atau Demon
Slayer yang punya kualitas jauh lebih tinggi, padahal biaya produksi per
episodenya "hanya" sekitar Rp1,8 miliar.
Sutradara sekaligus produser eksekutif film ini, Endiarto,
akhirnya buka suara. Ia mengaku tidak tahu-menahu dari mana angka Rp6,7 miliar
itu berasal. Ia bahkan sempat terkejut saat ditanya media apakah benar
anggarannya mencapai Rp64 miliar. "Waduh, saya kalau dapat itu sudah
glowing kayaknya," ujarnya sambil tertawa.
Menggunakan Aset Siap Pakai
Kejanggalan lain yang ditemukan netizen adalah penggunaan
aset-aset digital siap pakai. Seorang YouTuber bernama Yono Jambul membocorkan
bahwa beberapa adegan, seperti latar jalanan, ternyata dibeli dari toko digital
seperti Daz3D. Yono menjelaskan, tim produksi menggunakan aset yang dinamai
"street of Mumbai," sehingga nuansa jalanannya tidak terasa seperti
di Indonesia. Hal ini membuat netizen semakin curiga. Mereka bertanya-tanya,
jika biaya untuk aset digital hanya belasan dolar, ke mana perginya miliaran
rupiah yang konon dikeluarkan untuk produksi?
Sayangnya, tanggapan dari produser film, Toto Soegriwo,
justru menyulut amarah netizen. Melalui akun Instagram-nya, ia menulis, "Senyumin
aja. Komentator lebih pandai dari pemain."
Sorotan dari Berbagai Pihak
Kontroversi ini ternyata tidak hanya berhenti di kalangan
netizen. Beberapa tokoh penting juga ikut memberikan tanggapan.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani,
mengapresiasi semangat film ini dalam menanamkan nilai kebangsaan, tetapi ia
juga mengakui adanya kontroversi seputar anggaran dan kualitas visual. Ia berharap,
kritik dari masyarakat bisa menjadi bahan evaluasi agar industri kreatif
Indonesia, khususnya film animasi, terus berkembang.
Sutradara Hanung Bramantyo juga menyoroti fenomena
ini. Ia mempertanyakan mengapa film Merah Putih: One for All bisa mendapatkan
jadwal tayang di bioskop di tengah ratusan film Indonesia lain yang masih
mengantre.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, Irene Umar, juga
menegaskan bahwa kementeriannya tidak memberikan bantuan dana atau fasilitas
promosi untuk film ini. Ia mengaku pernah bertemu dengan tim produksi dan
memberikan beberapa masukan teknis, tetapi pertemuan itu adalah bagian dari
audiensi rutin yang ia lakukan dengan para pelaku industri kreatif.
Terlepas dari semua kontroversi, film Merah Putih: One
for All tetap dijadwalkan tayang di bioskop pada 14 Agustus 2025. Film ini
bercerita tentang sekelompok anak-anak yang harus bersatu untuk menyelamatkan
bendera pusaka yang hilang menjelang Hari Kemerdekaan.
Akankah film ini tetap disambut baik di bioskop, atau
justru semakin banyak kritik yang berdatangan? Kita tunggu saja ya…

Posting Komentar