JAKARTA – Satgas Pangan Polri baru-baru ini mengungkap
sebuah kasus yang mengejutkan, terkait dugaan kecurangan dalam produksi beras
premium. Tiga pimpinan dari sebuah perusahaan produsen beras terkemuka, PT.
PIM, kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini bermula dari penyelidikan yang mendalam setelah
adanya laporan mengenai produk beras yang tidak sesuai standar. Polisi
menemukan indikasi bahwa beras premium yang beredar di pasaran, di bawah
merek-merek populer seperti Sania, Fortune, Sovia, dan SIIP, tidak memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini disampaikan oleh Direktur Tindak
Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf, dalam
konferensi pers di Mabes Polri.
Brigjen Helfi menjelaskan, "Ini merupakan
bentuk pengelabuan terhadap konsumen yang tidak dapat kami toleransi."
Setelah pemeriksaan intensif terhadap 24 orang saksi dan
penggeledahan di kantor serta gudang PT. PIM di Serang, tim penyidik
mengumpulkan bukti yang cukup untuk menjerat tiga pimpinan perusahaan. Mereka
adalah S (Presiden Direktur), AI (Kepala Pabrik), dan DO (Kepala Quality
Control).
Ada Celah dalam Sistem Kontrol Kualitas
Lebih jauh, hasil penyelidikan juga menemukan kelemahan
mendasar dalam sistem pengendalian mutu internal perusahaan. Dari 22 pegawai
yang ada di departemen tersebut, hanya satu orang yang memiliki sertifikasi
sebagai petugas kontrol kualitas (QC). Tak hanya itu, proses pengecekan mutu
yang seharusnya dilakukan setiap dua jam, ternyata hanya dilakukan satu hingga
dua kali dalam sehari.
"Ini menjadi celah yang dimanfaatkan untuk
memproduksi beras yang tidak memenuhi standar," ungkap Brigjen
Helfi.
Dari lokasi penggeledahan, polisi menyita sejumlah besar
barang bukti. Di antaranya adalah 13.740 karung beras siap jual dan lebih dari
58 ton beras patah, yang diduga menjadi bahan oplosan untuk beras premium.
Selain itu, dokumen legalitas dan perlengkapan produksi juga turut diamankan.
Ancaman Hukuman Berat Menanti
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan dua
pasal berlapis, yaitu Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mereka terancam hukuman pidana maksimal 20
tahun penjara dan denda sebesar Rp10 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Brigjen Helfi menegaskan
komitmen Polri untuk menindak tegas setiap bentuk pelanggaran dalam rantai
pasok pangan yang dapat merugikan masyarakat luas. Ia juga mengimbau masyarakat
untuk lebih teliti saat membeli beras, memastikan kemasan dan labelnya sesuai
dengan standar yang berlaku.
"Komitmen Polri sangat jelas: menindak tegas
setiap bentuk pelanggaran dalam rantai pasok pangan, terlebih yang merugikan
masyarakat luas," pungkasnya.

Posting Komentar