Kepolisian Indonesia melalui Divisi Hubungan
Internasional (Divhubinter) Polri menjalin kerja sama dengan Singapore Police
Force (SPF) untuk mengungkap jaringan perdagangan bayi yang beroperasi di Jawa
Barat. Kolaborasi ini dilakukan untuk menelusuri secara mendalam kasus yang
melibatkan jalur penyelundupan bayi dari Bandung, Pontianak, Jakarta, hingga ke
Singapura.
Brigjen Pol Untung Widyatmoko, selaku Sekretaris NCB
Interpol Indonesia, menjelaskan bahwa penelusuran kasus ini terus dilakukan
hingga ke luar negeri. “Perdagangan bayi ini kami telusuri alurnya sampai
ke luar negeri,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari kerja sama ini, kepolisian Singapura
akan membantu pemeriksaan para saksi yang relevan. Daftar pertanyaan dari
penyidik Polda Jawa Barat akan dikirimkan melalui NCB Jakarta ke NCB Singapura
pada akhir pekan ini. Selain itu, SPF juga siap membantu pencarian tiga warga
negara Singapura yang diduga terlibat dalam kasus ini. “SPF juga siap
membantu pencarian tiga warga negara Singapura yang diduga terlibat,”
tambah Untung.
Untuk memperkuat penyelidikan, Divhubinter Polri juga menyarankan
penyidik untuk melacak data Nomor Induk Kependudukan (NIK) porter yang diduga
mengantarkan bayi ke Singapura. Hal ini bertujuan untuk memastikan identitas
dan jalur keberangkatan mereka.
Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menetapkan 22
tersangka dalam kasus ini. Kombes Pol Surawan, Direktur Reserse Kriminal Umum
Polda Jabar, mengatakan bahwa setiap bayi diperdagangkan dengan harga sekitar 20
ribu dollar Singapura atau setara dengan Rp 254 juta. Harga ini sudah mencakup
biaya persalinan, kebutuhan bayi, hingga keuntungan bagi para pelaku. “Angka
tersebut kami peroleh dari 12 dokumen akta notaris adopsi yang disita di rumah
salah satu tersangka, Siu Ha alias SH,” jelas Surawan. Dokumen
berbahasa Inggris itu digunakan para pelaku sebagai legalitas palsu untuk
memuluskan transaksi adopsi.
Dari hasil penyelidikan, para pelaku diketahui telah
mengumpulkan 25 bayi, di mana 15 di antaranya berhasil diselundupkan ke
Singapura dengan modus adopsi. Para tersangka kini dijerat Pasal 2 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ancaman hukuman untuk para pelaku adalah penjara maksimal 15 tahun dan denda
sebesar Rp 600 juta.

Posting Komentar