Di Bali, sungai dikenal dengan sebutan tukad. Aliran
sungai biasanya memanjang dari hulu di dataran tinggi menuju hilir di dataran
rendah, lalu bermuara di danau, rawa, atau laut. Sebagian dari sungai yang
membelah Pulau Bali adalah Tukad Badung, Tukad Pangkung, Tukad Mati, dan Tukad
Bindu. Lebih dari sekadar mengalirkan air, tukad merupakan urat nadi kehidupan
yang bermanfaat untuk pengairan, rekreasi, hingga olahraga air.
Namun, pada 8 September 2025 malam hingga dini hari,
Tukad-tukad di Bali menunjukkan sisi lain. Sungai yang biasanya tenang
tiba-tiba berubah menjadi ancaman.
Bencana Datang dalam Semalam
Langit Bali yang biasanya cerah malam itu mendadak
diselimuti awan pekat. Hujan deras mengguyur tanpa henti sejak tengah malam
hingga menjelang pagi. Curah hujan yang ekstrem ini tak lagi mampu ditampung
oleh tanah dan sistem drainase kota, sehingga membuat beberapa sungai meluap.
Tukad Badung di Denpasar serta anak-anak sungai di
Jembrana dan Gianyar menerima debit air berlipat ganda. Arus yang deras dari
hulu membawa lumpur dan material kayu, menyebabkan serangkaian bencana. Di
Denpasar, Tukad Badung meluap dan merendam jalan, rumah, serta fasilitas umum.
Di Gianyar dan Klungkung, aliran deras dari hulu juga menggenangi desa-desa.
Sementara itu, di Jembrana, pasang laut memperlambat aliran sungai yang
bermuara ke laut selatan, sehingga durasi banjir menjadi lebih lama.
Selain banjir, hujan deras juga memicu tanah longsor di
beberapa wilayah, seperti Karangasem, Gianyar, dan Badung. Berdasarkan data per
11 September, bencana ini telah menyebabkan 16 orang meninggal dunia, satu
orang masih dinyatakan hilang, 659 orang terdampak, dan 552 orang terpaksa
mengungsi.
Mengapa Bencana Ini Terjadi?
Analisis sementara menunjukkan bahwa banjir dan longsor
di Bali merupakan gabungan dari beberapa faktor. Bukan hanya akibat hujan
sesaat, bencana ini terjadi karena intensitas hujan di atas normal, kondisi hidrologi
sungai, topografi perbukitan, dan pasang laut yang menghambat aliran air.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
mencatat adanya anomali cuaca di mana pergerakan awan hujan dari Samudera
Hindia didorong angin baratan menuju Pulau Dewata. Dalam waktu singkat, curah
hujan meningkat tajam. Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh fenomena Madden
Julian Oscillation (MJO) dan Gelombang Rossby yang aktif di wilayah Indonesia,
termasuk Bali. Pada 9 September, curah hujan di sebagian besar wilayah Bali,
terutama bagian tengah-selatan, mencapai 200 hingga 385 mm per hari.
Peringatan dini terkait cuaca ekstrem telah dikeluarkan
oleh BMKG Bali sejak 8 September. Peringatan ini diperbarui pada 9 September,
dengan total 11 peringatan nowcasting dikirimkan. Balai Wilayah Sungai (BWS)
Bali-Penida juga mencatat bahwa curah hujan yang merata dengan intensitas
tinggi selama dua hari menyebabkan peningkatan aliran debit banjir sungai
hingga 85,85 m3/detik.
Dampak di Berbagai Wilayah
Dampak cuaca ekstrem ini dirasakan di berbagai daerah:
·
Denpasar: Tukad Badung tak mampu
menampung air dari lima anak sungai, menyebabkan luapan besar. Sebanyak delapan
orang meninggal dunia, dua orang hilang, dan 225 orang mengungsi. Banjir
tercatat di 81 titik.
·
Badung: Situasi serupa terjadi di
Kabupaten Badung, di mana Tukad Mati kebanjiran aliran dari delapan anak
sungai. Jalan-jalan utama seperti Sunset Road dan Nakula terendam. Satu orang
meninggal dunia dalam peristiwa ini.
·
Klungkung: Curah hujan ekstrem
menyebabkan Sungai Candigara di kawasan DAS Tukad Unda meluap ke permukiman.
Sebanyak 420 jiwa terdampak dan sebagian besar harus dievakuasi.
·
Tabanan: Tukad Yeh Dati meluap setelah
hujan 148 mm per hari. Air merendam permukiman, merobohkan rumah, dan merusak
jembatan.
·
Gianyar & Jembrana: Bencana juga
melanda Gianyar dan Jembrana. Di Gianyar, tembok runtuh menimpa warga,
menyebabkan dua orang meninggal dan tiga lainnya luka-luka. Sementara di
Jembrana, banjir juga menyebabkan dua orang meninggal dunia dan 327 warga
mengungsi.
BNPB Cepat Tanggap, Bali Berangsur Pulih
Kurang dari 24 jam setelah bencana terjadi, Kepala BNPB
Letjen TNI Dr. Suharyanto hadir di Bali untuk memimpin penanganan darurat.
Koordinasi cepat dilakukan dan dilanjutkan dengan peninjauan langsung ke lokasi
terdampak. Suharyanto juga menyambangi para pengungsi di Denpasar untuk
mendengarkan langsung cerita dan kebutuhan mendesak mereka.
BNPB segera menyalurkan bantuan logistik dan peralatan
darurat, termasuk 300 paket sembako, selimut, matras, tenda pengungsi, serta
perahu karet dan pompa air. Tiga unit pompa air langsung digunakan untuk
membantu menyedot genangan.
Personel gabungan dari BPBD, Basarnas, Tagana, TNI,
Polri, PMI, dan relawan bekerja sama membersihkan lumpur, mencari korban
hilang, dan mengevakuasi warga ke tempat aman. Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial
juga memberikan pelayanan kesehatan dan makanan dari dapur lapangan.
Meskipun genangan di sebagian wilayah sudah surut,
pekerjaan belum selesai. Pembersihan material longsor dan perbaikan jembatan
terus dilakukan. Sinergi antara instansi dan masyarakat dalam penanganan
darurat ini membuahkan hasil. Perlahan tapi pasti, situasi di Bali mulai
terkendali dan berangsur pulih.

Posting Komentar