Tiga Tersangka Korupsi Satelit Kemhan Diserahkan ke Penuntut Koneksitas

 



Tim penyidik koneksitas yang melibatkan Jaksa Penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL), Penyidik Polisi Militer (POM) TNI, dan Oditurat Jenderal TNI telah menuntaskan satu tahap penting dalam penanganan kasus korupsi.

 

Mereka baru saja melaksanakan Serah Terima Tanggung Jawab Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II) kepada Tim Penuntut Koneksitas. Proses ini berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT di Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, yang terjadi dalam rentang waktu tahun 2012 hingga 2021.

 

Tiga Orang Tersangka yang Diserahkan

Tahap II ini mencakup penyerahan tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:

·         Tersangka Laksda TNI (Purn) L, yang menjabat sebagai Kepala Badan Pertahanan (Kabaranahan) pada Kemhan RI periode 2015–2017 dan bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

·         Tersangka TAVH, selaku Managing Director Eurasian Technology Holdings PTE, Ltd atau Insinyur Sistem Satelit, yang diangkat sebagai tenaga ahli satelit oleh PPK.

·         Tersangka GKS, selaku Direktur (CEO) Navayo International AG.

 



Duduk Perkara Singkat

Kasus ini berpusat pada pengadaan yang diduga bermasalah:

·         Pada tanggal 1 Juli 2016, Tersangka Laksda TNI (Purn) L (selaku PPK) menandatangani kontrak atas nama Pemerintah Indonesia (Kemhan) dengan Tersangka GKS (Direktur Utama Navayo International AG) sebagai penyedia barang.

·         Kontrak tersebut, yang berjudul “Agreement for The Provision of User Terminal and Related Service and Equipment” awalnya bernilai USD $34.194.300 dan kemudian diubah menjadi USD $29.900.000.

·         Inti masalahnya, kontrak tersebut tidak didasarkan pada ketentuan pengadaan barang dan jasa (Perpres 54 Tahun 2010). Penunjukan Navayo International AG dilakukan tanpa melalui proses lelang yang seharusnya. Navayo International AG sendiri direkomendasikan oleh Tersangka TAVH.

·         Akibatnya, barang yang telah diterima—yakni terminal pengguna jasa dan peralatan terkait—tidak dapat dipergunakan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

 

Kerugian Negara dan Dampaknya

Berdasarkan perhitungan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan didukung oleh ahli keuangan negara, kerugian keuangan negara dalam perkara ini mencapai:

 

USD 21.384.851,89

 

Angka ini setara dengan Rp306.829.854.917,72 (berdasarkan kurs Dolar per tanggal 15 Desember 2021). Kerugian ini terdiri dari:

·         Pembayaran pokok: USD $20.901.209,90

·         Bunga: USD $483.642,74

Yang ironis, Tersangka GKS selaku penyedia barang justru memenangkan permohonan pada arbitrase ICC di Singapura (Putusan ICC CASE No.24072/HTG tertanggal 22 April 2021) dan diikuti dengan permohonan penyitaan aset Negara Republik Indonesia yang berada di Paris, Perancis.

 



Proses Hukum Lanjutan

Hasil penelitian bersama antara Jaksa dan Oditur Militer telah menetapkan bahwa lingkungan peradilan yang berwenang mengadili perkara ini adalah Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Keputusan ini ditetapkan melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor. 229/KMA/SK.HK2.2/XI/2025 tanggal 19 November 2025.

 

Perkara ini dipecah (displitsing) menjadi dua berkas:

1.       Tersangka Laksda TNI (Purn) L bersama dengan Tersangka TAVH. Keduanya saat ini berstatus ditahan di Rutan POM AL dan Rutan Salemba.

2.       Tersangka GKS. Ia tidak ditahan karena masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang) dan akan disidangkan secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa).

 

Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, yakni:

·         Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

·         Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Post a Comment

أحدث أقدم