Pemerintah Indonesia melalui Imigrasi menunjukkan ketegasannya
terhadap wisatawan mancanegara yang melanggar aturan. Warga negara asing (WNA)
berinisial TEB, atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Bonnie Blue, resmi
diusulkan untuk masuk dalam daftar penangkalan selama 10 tahun ke depan.
Keputusan ini diajukan oleh Kepala Kantor Imigrasi Kelas
I Khusus TPI Ngurah Rai pada 12 Desember 2025. Langkah tegas ini diambil
setelah serangkaian pemeriksaan menunjukkan bahwa kreator konten dewasa
tersebut telah menyalahgunakan izin tinggal dan melakukan pelanggaran hukum
selama berada di Bali.
Pihak Imigrasi juga memberikan klarifikasi terkait
informasi yang sempat beredar di media sosial. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur
Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, menegaskan bahwa masa penangkalan bagi Bonnie
Blue jauh lebih lama dari yang diklaim oleh sang kreator konten sendiri.
“Betul, (kami tangkal selama) 10 tahun, bukan enam
bulan seperti yang disebutkan yang bersangkutan dalam video,” jelas
Yuldi.
Kasus ini mencuat setelah masyarakat merasa resah dengan aktivitas Bonnie Blue dan belasan rekan WNA lainnya yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Pada 4 Desember lalu, Bonnie diamankan oleh Polres Badung di sebuah studio di kawasan Pererenan atas dugaan pembuatan konten pornografi.
Dalam operasi tersebut, petugas juga mengamankan
rekan-rekannya, yakni LAJ (27), INL (24), dan JJT (28). Salah satu pemicu utama
perhatian publik adalah penggunaan mobil bak terbuka bertuliskan “BONNIE
BLUE’s BANGBUS” yang mereka gunakan berkeliling Bali untuk keperluan
syuting. Aksi ini dinilai membahayakan keselamatan lalu lintas dan tidak
menghormati norma setempat.
Meski hasil pemeriksaan forensik digital pada ponselnya
tidak menemukan unsur pidana dalam UU ITE maupun UU Pornografi, karena video tersebut
bersifat dokumentasi pribadi, hukum tetap ditegakkan di sisi lain. Bonnie dan
rekannya dinyatakan bersalah dalam sidang tindak pidana ringan (tipiring) di
Pengadilan Negeri Denpasar karena melanggar aturan lalu lintas.
Namun, sanksi terberat justru datang dari sisi
keimigrasian. Yuldi Yusman menjelaskan bahwa inti permasalahannya terletak pada
ketidaksesuaian jenis visa dengan aktivitas yang dilakukan selama di Bali.
“Meskipun dugaan pornografi tidak terbukti, kami
dapati bahwa mereka masuk ke Indonesia dengan Visa on Arrival (VoA) yang
digunakan untuk aktivitas produksi konten komersial yang juga berpotensi
menimbulkan keresahan masyarakat," ungkap Yuldi.
Ia menambahkan bahwa tindakan tegas ini merupakan upaya
menjaga marwah pariwisata di Pulau Dewata.
"Kami menjatuhkan sanksi penangkalan selama 10
tahun karena aktivitas tersebut tidak selaras dengan upaya pemerintah dalam
menjaga citra pariwisata Bali yang berkualitas dan menghormati nilai budaya
lokal,” tutupnya.


إرسال تعليق