BANGKOK – Bagi Adi Darmawan Leksono, kesuksesan bukan sekadar angka di papan skor atau medali emas yang melingkar di leher. Baginya, setiap kemenangan adalah pembuktian atas mimpi besar seorang anak buruh pabrik yang dulu harus berjalan kaki ke sekolah demi menghemat uang saku.
Adi merupakan sosok penting di balik keberhasilan Timnas
Hockey Indoor Putra Indonesia mempertahankan gelar juara di SEA Games ke-33
Thailand 2025. Namun, di balik senyumnya saat merayakan medali emas, tersimpan
memori perjuangan yang sangat menyentuh.
Perjuangan di Balik
Uang Jajan Rp5 Ribu
Tumbuh dalam keluarga sederhana, Adi sangat sadar diri
akan kondisi ekonomi orang tuanya. Ayahnya adalah seorang buruh pabrik harian
lepas, sementara ibunya berdagang kecil-kecilan.
"Saya tidak tega meminta kepada ayah dan ibu
hanya buat membeli peralatan stik hockey yang harganya sekitar Rp1 juta. Itu
kan uang besar dan pasti memberatkan, apalagi saya memiliki dua adik yang juga
butuh biaya. Makanya, saya setiap hari mengumpulkan uang jajan yang hanya Rp5
ribu dan rela pergi-pulang berjalan kaki ke sekolah demi sebuah stik," kenang
Adi.
Perkenalannya dengan hockey dimulai melalui arahan Kusnadi,
guru olahraga di SMAN 14 Kabupaten Tangerang. Stik pertamanya pun merupakan
pemberian sang guru. Dari stik pinjaman itulah, Adi mulai merajut mimpi. Ia
baru bisa membeli stik sendiri setelah tabungan uang jajannya cukup. Stik
"bersejarah" itu pula yang mengantarnya menembus bangku kuliah
melalui jalur prestasi tanpa biaya.
Meruntuhkan Keraguan
dengan Prestasi
Awalnya, langkah Adi tidaklah mulus. Orang tuanya sempat
ragu apakah olahraga yang asing bagi mereka ini bisa menjanjikan masa depan.
"First time menekuni olahraga hockey, awalnya
orang tua bilang itu olahraga apa dan bisa apa tidak kamu mainnya? Seperti ayah
dan ibu tidak percaya dan meragukan, makanya saya terus berusaha dan berlatih
sungguh-sungguh," ungkap pemuda kelahiran Jakarta, 22 April 1999
ini.
Ketekunan itu akhirnya membuahkan hasil. Dari kejuaraan
tingkat daerah hingga provinsi, Adi akhirnya dipanggil memperkuat Timnas. Meski
sempat gagal masuk skuad SEA Games 2019 karena kendala biaya pengurusan paspor
dan visa, Adi tidak menyerah. Ia percaya bahwa rezeki akan datang di waktu yang
tepat.
Momentum itu tiba saat pelatih asal Malaysia, Dhaarma
Raj, memberikan kepercayaan kepadanya untuk debut internasional di Asia Cup
2021. Sejak saat itu, posisi Adi sebagai Right Midfield sekaligus pemain bertahan
menjadi nyawa bagi tim.
Sejarah di Kamboja dan
Kejayaan di Thailand
Puncak emosi Adi pecah saat SEA Games ke-32 di Kamboja
tahun 2023. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia meraih medali emas
setelah menumbangkan raksasa hockey, Malaysia.
"Perasaan saya ketika juara seperti mimpi yang
menjadi kenyataan. Makanya, saya tidak bisa menahan tangisan saya waktu itu
karena bahagia dan bisa melewati proses yang begitu panjang,"
ujarnya sambil tersenyum.
Kejayaan tersebut berlanjut hingga SEA Games ke-33 di
Thailand. Lewat drama adu penalti yang mendebarkan melawan Malaysia, Adi dan
kawan-kawan kembali membawa pulang emas. Baginya, prestasi ini adalah buah dari
dukungan kolektif banyak pihak, termasuk federasi (PP FHI) dan Kemenpora.
Menuju Liga Jerman:
Mimpi yang Sempat Tertunda
Bakat Adi rupanya tercium hingga ke Eropa. Klub asal
Jerman, Bremer HC, mengajaknya bergabung untuk bermain di Liga 2 Jerman. Meski
sempat sedih karena visanya ditolak pada awal 2025, Adi tetap berprasangka
baik.
"Sedih sih saat itu tidak bisa main di Liga 2
Jerman karena visa ditolak. Tapi, saya tak mau larut dalam kesedihan dan
berpikir mungkin belum waktunya," tuturnya.
Kesempatan itu akhirnya datang kembali. Pada 2 Januari
2025, Adi bersama rekannya Muhammad Alviana resmi berangkat ke Jerman untuk
berkompetisi selama dua bulan. "Alhamdulillah keinginan saya bermain
di klub luar telah terwujud... Ini kesempatan saya untuk menambah jam terbang
dan menggali pengalaman bermain dengan pemain kelas dunia."
Tetap Membumi di Tanah Kelahiran
Hockey telah membawa anak buruh pabrik ini terbang jauh
melintasi benua, mulai dari Kazakhstan, Polandia, hingga Turki. Adi yang dulu
kesulitan memiliki satu stik, kini sudah bisa memiliki lebih dari cukup.
Namun, Adi tetaplah sosok yang membumi. Di tengah karier
internasionalnya, ia tetap mengabdi sebagai guru privat di SMAN 14 Kabupaten
Tangerang. Meski mimpinya untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) belum
terwujud, semangatnya untuk membangun olahraga di daerahnya tetap membara.
"Dulu saya harus menunggu bertahun-tahun untuk
memiliki stik. Sekarang, saya ingin membangun olahraga hockey di Tangerang
lewat stik yang saya miliki saat ini," tutupnya dengan penuh
tekad.


.jpeg)


إرسال تعليق